Sabtu, 11 September 2021

Membangun Citra Positif Birokrat Indonesia

Sebuah pesan dari birokrat senior saat lulus CPNS Tahun 2015 yang lalu masih terngiang-ngiang di telinga hingga kini. Saat menghadap di hari pertama melaksanakan tugas, beliau berujar: “ Bekerjalah dengan Ikhlas. Jangan berharap kaya dari pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kalau bisa bangun rumah mewah, beli mobil dan memiliki fasilitas wah lainnya dari pekerjaan sebagai PNS, pasti ada yang tak beres dengan sumber penghasilan anda”, Ucapnya.

Pesan tersebut kemudian saya asosiasikan dengan keputusan beberapa rekan PNS yang akhirnya resign atau pensiun dini sebagai aparatur sipil negara dengan alasan menghindar dari kubangan korupsi yang masif dan pusaran konflik kepentingan para pejabat di tingkat pusat hingga daerah.

Dalam acara Anti Corruption Summit (ACS) 2020 yag digelar secara virtual di bulan November 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaparkan fenomena tindak pidana korupsi (tipikor) yang ditangani selama ini, diantaranya: 1) kejahatan tindak pidana korupsi hampir merata dari sabang sampai merauke, 2) Pelakunya relatif sama dari kalangan pejabat pusat hingga daerah, anggota dewan, kepala daerah dan pihak swasta. 3) Lokusnya di bidang pengadaan barang/jasa, di perijinan dan sumber daya manusia. 4) modus tipikor yakni suap sebanyak 66% dan pemerasan serta gratifikasi 22%.

Fenomena tipikor yang dipaparkan oleh KPK tersebut aktifitasnya berada di semua level di lingkungan kerja pemerintah mulai dari kantor desa/kelurahan, kecamatan, kantor bupati/walikota, kantor gubernur hingga kementerian. Sungguh memberikan gambaran buruk betapa mengakarnya perilaku korupsi di kalangan birokrat.

***

Meski demikian, cukup banyak cerita heroik dan perjuangan para aparat pemerintah dan pejabat negara dalam berbakti dan mengabdi kepada negeri tercinta ini. Kisah guru dan tenaga kesehatan yang mengabdi di pelosok dan pulau terluar yang hidup pas-pasan dan harus berpisah dengan keluarganya dalam waktu lama. Kisah pegawai yang terpaksa ngontrak rumah hingga pensiun, tak sanggup membangun rumah yang layak karena membiayai sekolah anak-anak dan kebutuhan keluarganya.

Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, terdapat sosok Ir. Sutami yang kisahnya sangat fenomenal dan mengharukan. 14 tahun menjadi menteri, dua tahun di Masa Pemerintahan Presiden Soekarno dan 12 tahun di era Presiden Soeharto, namun kehidupannya sangat miris. Rumah pribadinya yang sederhana dengan atapnya yang bocor sana-sini, kadang kekurangan uang hingga telat bayar listrik. Namun di balik kondisinya yang pas-pasan, beberapa karyanya monumental dan terus dikenang seperti Jembatan Semanggi, Kompleks Gedung DPR/MPR, Bendungan Jati Luhur, Jalan Tol Jagorawi, dan Bandara Ngurah Rai yang megah hingga kini.

Selain itu, ada juga sosok yang sederhana, berani dan jujur, mantan jaksa agung Baharuddin Lopa. Meski lahir dari keluarga bangsawan Tanah Mandar, namun kehidupan sehari-harinya tak mencolok, tampilannya seperti orang kebanyakan. Ketegasannya dalam mengungkap kasus korupsi dan kasus lainnya diakui semua kalangan. Berbagai kasus korupsi yang melibatkan konglomerat dan pejabat yang berada dalam lingkaran istana berhasil diseret ke meja hijau.

Hal itu menandakan bahwa bangsa kita sebenarnya punya banyak aparat dan pejabat pemerintah yang bersih, sederhana, berintegritas, dan mumpuni dalam melahirkan berbagai kebijakan yang berpihak pada rakyat serta meninggalkan jejak karya monumental yang dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi ASN di masa sekarang dan akan datang.

***

Semangat reformasi birokrasi telah digaungkan pemerintah sejak lama. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, agenda perbaikan tata kelola pemerintahan telah dirancang sedemikian rupa secara bertahap dalam tiga periode, Pertama di tahun 2010 – 2014, Kedua di tahun 2015 – 2019 dan Ketiga di tahun 2020 – 2024. Diharapkan di tahun 2025, visi pemerintah menjadi pemerintahan berkelas dunia dapat tercapai.

Tahun 2021 ini, yang telah memasuki periode ketiga rancangan Reformasi Birokrasi, pemerintah telah menerbitkan Permenpan-RB No.26 Tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi yang memuat delapan hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan pemerintah berkelas dunia, antara lain: penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan sumberdaya manusia aparatur, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan dan peningkatan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih murah, lebih aman, dan lebih mudah dijangkau.

Namun di lapangan, di ruang-ruang pelayanan publik, masih berseliweran oknum aparatur yang bermental korup. Mereka lihai memperjual-belikan blangko KTP dengan tarif mahal yang seharusnya tak berbayar alias gratis. Para pejabat main mata dengan rekanan untuk mendapatkan fee. Pelayanan terpadu yang didesain online satu pintu menyisakan suap dan gratifikasi. Transaksi jual – beli jabatan masih terjadi meski telah melalui seleksi yang ketat.

Kondisi tersebut seharusnya tak terjadi jika para aparatur sipil negara memahami bahwa pekerjaan sebagai PNS adalah jalan pengabdian untuk negara dan masyarakat yang telah digaji dari uang rakyat. Di samping itu ada pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa atas segala tindak tanduk selama menjalani karier sebagai pegawai pemerintah dan pelayan masyarakat.

Maka menjadi sebuah tantangan bagi saya dan birokrat lainnya untuk membangun citra positif menjadi pelopor birokrat bersih, visioner, akuntabel dan profesional dalam menjalankan roda pemerintahan. Tetap berperilaku santun, peduli dan sederhana berbaur dengan masyarakat sehingga visi pemerintah menjadi pemerintahan berkelas dunia dan cita – cita luhur bangsa menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dapat terwujud.

Penulis: Suryadi Yamin